Jumat, 24 Juni 2011

Gadis Itu Bernama Angin



Liburan adalah masa dimana aku benar-benar gak ada kerjaan, di saat gak ada kerjaan membuat waktu melamun ku jadi bertambah. Saat melamun aku sedikit berkhayal tentang sebuah kisah, aku akan ceritakan sedikit mungkin juga agak panjang. Oke, aku mulai sekarang kisahnya, kisah... emm.. Cinta (?).


Daun ini Angin, Ini cerita kita, dulu
Dulu sebelum, Daun mati dan angin masih menunggu
Tau tidak Daun?
Mengapa aku suka menyebut diriku Angin?
Karena Angin selalu bersama Daun
Baik saat Daun masih dipohon
Atau sudah tak bergantung 
Dan Angin ikut bergoyang saat Daun bergoyang
Pokoknya, Daun! banyak alasan kenapa aku jadi Angin
Banyak sekali Daun!

Ada seorang gadis umurnya baru sekitar lima belas tahun, dia memanggil dirinya Angin, kenapa? Karena dia ingin. Angin adalah gadis pendiam yang sedikit tidak peduli terhadap orang yang ada di sekitarnya karena dia menganggap bahwa semua orang hanya memakai topeng yang berbeda, bisa juga di sebut orang lain memiliki hal palsu, sisi lain dari dirinya. Tetapi pemikiran Angin perlahan-lahan berubah, dia sekarang tepatnya saat ia menginjak kelas sepuluh SMA, Angin merasakan bagaimana ia membutuhkan semangat orang lain untuk mendukungnya. Mulai dari itu Angin lebih sedikit peduli terhadap oranglain. Ternyata bukan hanya keluarganya yang peduli terhadapnya tetapi juga ke lima sahabatnya yang ia temukan di kelas sepuluh SMA.

Angin merasa waktunya berjalan sangat lambat ketika ia mengenal Daun. Daun, bukan orang yang istimewa. Daun adalah sosok remaja laki-laki yang banyak memiliki bakat di bidang seni. Angin merasa Daun sangat istimewa, bukan karena bakatnya tetapi dengan cara Daun menghina orang lain, sungguh peduli. Orang lain selalu bilang Daun itu bermulut tajam dan sombong. Siapa tau? Ternyata hinaanya justru membuat Angin merasa memiliki kompor yang terus membakar semangatnya. Hebat bukan? 

Angin sangat menyukai dan membanggakan sedikit kelebihannya mengenai bagaimana ia memahami puisi . Angin sangat menikmati saat ia membaca puisi, Angin selalu merasa energi itu muncul ketika ia membaca puisi. setiap baris serta bait dalam puisi begitu mengalir dan Angin seakan-akan bisa merasakan bagaimana darahnya mendesir saat membaca puisi. Angin merasa bahwa puisi adalah saatnya ia melepas logika dan menggunaka permainan perasaan. Tetapi Angin merasa sedikit kesal ketika Daun dengan seenaknya menghina Angin tentang cara Angin membaca puisi, kata Daun "Kamu membaca hanya dengan berteriak bukan dengan hati."  Angin menyalak "Kamu berkomentar tentang rasa, tapi kamu sendiri tak pernah menggunakan rasa."  Daun terdiam sebentar lalu menyahut dengan tersenyum mengejek, seperti biasa. "Saat aku menyanyi, Angin. Bukan hanya mengeluarkan suara tetapi dengan ini, hati. Biasanya sebelum aku menyanyi aku memejamkan mata dan berpikir sebentar untuk siapa dan mengapa aku bernyanyi. Mungkin kamu bisa menggunakan saran ku ini." 

Pembicaraan singkat itu mengubah Angin. Entah teman-teman Teaternya tau atau tidak setiap Angin ikut pertunjukan atau lomba yang mengharuskannya membaca puisi atau dialog, sebelum Angin melakukan keiatan tersebut, Angin selalu memejamkan mata dan berkata dalam hati "Bahwa ini tentang rasa."

Daun itu istimewa, sangat istimewa bagi Angin. Daun membuat Angin membaca buku lebih banyak, membuat Angin berlatih menggambar lebih bagus, karena apa? Karena Daun pintar... karena Daun pintar menggambar. Angin berusaha menjadikan ia berkedudukan sama. Tapi apa yang terjadi? Angin tak pernah bisa menang dalam sesuatu. Lalu Daun berucap "Suatu saat kamu akan mendapatkan sebuah lampu yang lebih terang dari kemenangan dan itu membuatmu lebih bahagia karena kamu menjadi dirimu sendiri bukan sebagai pemenang."  Tetapi Angin bertanya-tanya, pantas saja Daun terlihat sangat bersinar, dia ternyata memiliki begitu banyak lampu yang terus berpendar mengikutinya kapan pun dan dimanapun ia berada.

Angin tidak tahu harus berkata apa lagi untuk mendiskripsikan pada sahabatnya bagaimana ia bisa menyukai Daun, sangat susah karena begitu banyak alasan tapi alasan itu hilang. Saat itu Daun sakit dan itu membuatnya terganggu saat berjalan, Angin yang masih sedikit cuek dan gak mau tahu, mengamati Daun. Siapa bilang Angin tidak peduli? Angin sengaja berjalan pelan dan rela dapat tempat duduk paling belakang. Angin berjalan di belakang Daun, memastikan kalau dia tidak jatuh, karena Angin tahu bagaimana perasaan orang yang tidak sempurna. Daun selalu memperlihatkan ke angkuhannya dan berkata "Aku baik-baik saja." Tapi Angin tahu bagaiman perasaan Daun sebenarnya, bagaimana orang tak sempurna menutupi dirinya agar dia terlihat baik-baik saja, Angin tahu karena ia adalah orang yang tak sempurna, Angin adalah gadis yang tak pernah seimbang, gadis yang membutukan penyangga agar ia seimbang.

Angin berusaha keras pada kenaikan kelas sebelas. Ia belajar lebih rajin, ia tak peduli akan rasa nyeri. Angin belajar untuk apa? Untuk mengimbangi Daun, Angin ingin nilainya setidaknya sama dengan Daun dan siapa tahu mereka bisa satu kelas. Hari itu datang, hari penerimaan rapot. Angin mendapatkan peringkat tiga di kelasnya, seharusnya Angin bahagia menilik Angin yang semester satu hanya peringkat delapan. Tapi Angin sedih, "Aku hanya ingin sama dengannya tapi aku tak ingin merebut peringkatnya."  kata Angin. 

Tingkat kesedihan Angin bertambah saat ia memasuki tahun pelajaran baru, sekarang Daun dan Angin sudah kelas sebelas. Mereka berbeda kelas. Kisah Angin dan Daun berakhir di tahun ajaran baru itu. Ternyata yang ada hanya mimpi Angin. 

Daun ini Angin
Sekarang Angin sudah lupa sama Daun
Tapi Angin tak pernah lupa,
Mana bisa Angin lupa
Pada kompor Angin
Gak akan!
Tapi sampai disini dulu daun,
Sampai disini dulu harapan Angin untuk Daun
Karena Daun, Angin sudah lelah
Lelah sekali, melihat Daun yang jauh
Iya, Angin tahu 
Bukan Daun yang menjauh, tapi Angin yang yang menjauh
Karena Daun, Angin menjadi pemegang lampu yang mandiri
Terimakasih mimpi
Itu sangat indah, tapi Angin sakit sekali
Sudah ya daun, Angin tidak menyerah
Tapi Angin perlu istirahat 
Nanti kalau Angin sudah sehat
Angin akan butuh waktu lagi untuk Daun
Meminta Daun menjadi kompor Angin...
Lagi.
Huft... Lumayan panjang ya... cerita Angin dan Daun. Sekian catatan ku kali ini. Terimakasih dan samapai jumpa. 

5 komentar:

  1. asyik tis..
    daun masih membekas ya buat angin.. :)

    BalasHapus
  2. Terimakasih uda baca :D

    Masih sangat berkesan, phy.. sangat.hehehehhehe

    BalasHapus
  3. wah nice banget. ini kisah nyata yaaaaaa ? hehe *soktau*

    BalasHapus
  4. sampek kapan tis??
    smpek kuliah gak ya :)

    BalasHapus
  5. @Azizah: thank uda baca.. hehehehe sedikit kisah nyata lebih besar di alami. hahahaha.
    @Nuphy:Sampai kapan ya? kamu punya mesin waktu gak? kalau punya pinjem dong Phy, buat lihat masa depan ku. Daun masih berkesan apa enggak buat Angin.

    BalasHapus

Terimakasih komentarnya :)

Titis Kusuma