Selasa, 10 September 2013

The Bridge of Hope


”The distance from failure to success is never longer than the bridge of hope.”
            Aku memulai sesuatu dengan keinginaan. Walaupun, terlihat tidak ada keinginan yang tampak. Semua. Sesungguhnya, memiliki tujuan yang didasarkan pada keinginan. Melalui itu aku bisa sampai pada tujuan. Apabila, caraku untuk mencapai tujuan itu bisa berharga bagi orang lain. Itu bonus.
            Semua berawal dari kecintaanku pada musik. Tidak sengaja aku mendengarkan salah satu lagu dari sebuah boyband Korea. Pada waktu itu aku sama sekali tidak tertarik dengan semua yang berbau ‘mereka’. Tapi, sekali mendengarkan lagu mereka. Telingaku jatuh suka pada mereka. Ada yang pernah berkata, “Kalau kita sudah suka sesuatu. Sesuatu itu akan terlihat bagus dari beberapa sisi.” Ternyata benar, aku suka mereka. Mereka terlihat baik di mataku. Aku ingin menyukai lebih dalam. Membuka mata lebih lebar. Mendengar lebih banyak suara. Mengucapkan apa yang biasa mereka ucapkan. Rasa suka ku menjadi sebuah keinginan. Lalu, melanjutkan pikiran untuk memadupadankan satu tujuan. Itulah awal mula aku mengikuti hal itu.
            Kursus Bahasa Korea.
            Hari itu cerah sekali, 1 Juli 2013. Hari kursus pertamaku. Aku sering berpindah ke tempat baru. Di tempat baru biasanya tidak ada masalah.  Tapi, aku benci tempat baru dan orang baru. Bosan beradaptasi. Itu sifat buruk, aku tahu. Kali ini tidak semuanya baru. Aku memiliki dua teman kursus yang sudah aku kenal sejak SMA. Dina dan Syifa. Kami berencana datang lebih awal.  Terlalu awal, tepatnya. Tempat kursus kami berada di lantai tujuh gedung Fakultas Ilmu Budaya. Waktu itu sepi sekali. Hanya ada satu orang perempuan yang duduk di lantai tepat depan kelas kursus. Perempuan itu menguncir kuda rambutnya tampak sedang sibuk mengotak-atik laptop. Kami memutuskan untuk berkeliling sebentar karena kelas masih kosong. Tidak lama kemudian, ada seseorang memasuki kelas. Kami kira, ia adalah guru kursus bahasa. Aku menanyakan apa benar kelas itu adala kelas Bahasa Korea. Ternyata, ia guru Bahasa Mandarin yang salah kelas. Seharusnya kelasnya berada di sebelah kami. Ia tergesa-gesa mengecek kertasnya, kami diminta turun kebawah untuk mengambil kunci sebelah. Awalnya, kami hanya bisa melongo. Tanpa tahu siapa kami, seseorang itu meminta turun ke lantai satu dan kembali ke lantai tujuh. Padahal kelas kami sudah dimulai. Hebat. Aku, Dina, dan Syifa terlambat.
            Perempuan berkuncir kuda yang datang sangat awal bersama kami ternyata teman sekelas. Namanya Kristin. Dia lebih tua dari ku, aku memanggilnya Mbak Kristin. Kelas kami kebanyakan perempuan, hanya dua murid laki-laki. Totalnya, ada tiga laki-laki ditambah dengan guru kursus yang juga laki-laki. Pertemuan pertama kami diabsen satu-persatu dengan menyebutkan nama panggilan. Kebiasaanku yang susah mengingat, membutuhkan banyak waktu untuk menghapalkan nama mereka.
            Pelajaran dimulai. Kami diperkenalkan dengan hangul, lebih tepatnya itu huruf  Korea yang bisa kalian lihat. Aku yang waktu itu masih terlalu bingung akan melakukan apa. Tentu saja, kesulitan untuk menghapalkan. Pelajaran yang kami dapat masih dasar. Seperti menulis huruf Korea, cara memperkenalkan diri, dan bagaimana berbicara dengan kalimat singkat dalam Bahasa Korea.
            Saat mempelajari angka Cina seonsaengnim memberikan PR untuk mengapalkan nomer telepon. Pembelajaran lebih didekatkan dengan apa yang ada disekitar kami. Kegiatan sehari-hari. Tidak terlalu sulit sebenarnya hanya butuh ketekunan serta keinginan untuk belajar. Sudah beberapa hari sejak perkenalan pertama ku dengan teman-teman satu kelas kursus. Tetap saja terasa canggung. Mungkin, disebabkan keanekaragaman rutinitas kami atau perbedaan usia. Ada rasa sungkan untuk menyapa kakak-kakak teman kursus terlebih dahulu.
            Ternyata kegiatan belajar kami tidak hanya di dalam kelas. Seonsaengnim mengundang kami untuk belajar memasak makanan Korea di rumahnya. Kegiatan yang menyenangkan. Jarang-jarangkan bisa makan, makanan Korea yang  dimasak langsung oleh orang Korea hehehe. Acara itu diadakan seusai buka puasa. Ya, memang bertepatan pada bulan puasa. Aku, Dina, dan Syifa yang notabennya harus menempuh jarak jauh untuk sampai ke rumah seonsaengnim memutuskan untuk beruka puasa di area kampus. Jaga-jaga agar tidak terlambat. Aku, Dina, dan Syifa dengan suka cita merencanakan acara buka puasa kami. Waktu itu tempat kami berbuka puasa masih sepi. Kami sengaja datang di McDonald’s (MCD) lebih awal. Kami kira MCD akan ramai, ternyata tidak. Sekali buka puasa bersama harus dengan menu yang istimewa. Oke. Aku, Dina, dan Syifa memesan makanan yang seharusnya ditujukan untuk anak-anak. Ya, kami memang masih anak-anak tapi, umur kami sudah 18+. Jadi, makanan itu berhadiah mainan tarik ulur yang dengan bangganya kami mainkan sambil menunggu waktu berbuka puasa. Ternyata, ada anak kecil yang juga memesan makanan dengan bonus mainan. Akhirnya… Aku, Dina, Syifa, dan anak kecil itu berlomba memainkan mainan tarik ulur secara tersirat. Kami berlomba, siapa yang lebih kekanakan, sebenarnya.

Buku kursus dan mainan dari McDonald's

            Sesuai rencana, setelah berbuka puasa bersama kami langsung menuju rumah seonsaengnim. Tepat, kami tidak terlambat. Acara memasak pun dimulai. Aku lupa nama makanannya apa saja. Satu yang aku ingat Gimbab. Satu persatu dari kami, sekitar delapan belas orang mencoba untuk membuat kimbab lalu memotongnya. Bagian memotong aku tidak ikut. Waktu itu, aku sudah sibuk makan dengan lahap entah kimbab buatan siapa. Acara memasak kami lebih terkesan seperti acara lawakan. Kami saling menyahut candaan yang sebenarnya jauh dari penting. Aku sangat yakin, seonsaengnim merasa tidak mengerti apa yang kami bicarakan dalam beberapa hal. Acara belajar memasak makanan Korea kelas kami, diakhiri dengan acara berfoto serta kecanggungan yang sudah melunak. Oh ya, aku sangat kenyang waktu itu. Perutku hampir meledak.

Proses membuat Gimbab

Ini Gimbab buatan kami hehe :-D

Waktu pelajaran memasak makanan Korea

            Hari-hari berikutnya kursus berjalan dengan menyenangkan. Aku sering terlambat. Malam hari aku sering bermain game sampai pagi. Siangnya tertidur. Terlambat kursus hal yang wajar. Kebiasaan buruk, oke aku tahu. Suasana kelas mencair setelah acara memasak. Kami lebih akrab dan bisa saling bercanda. Setiap akhir pecan kami diberikan PR oleh seonsaengnim entah itu menonton drama, mendengarkan lagu Korea, atau menuliskan kegiatan kami seharian selama liburan. Suasana belajar di kelas bertambah menarik saat kami belajar mata uang Korea. Kami juga bermain dengan kartu UNO. Siapa yang bisa menang menebak angka akan mendapatkan  uang  Korea. Ya, benar aku kalah. Kecepatan saraf  motorikku tidak sesuai dengan keinginanku. Ah.
            Minggu berikutnya kami mendapatkan pelajaran di luar kelas lagi. Kali ini, kami satu kelas akan berfoto dengan Hanbok (baju adat Korea). Sekali lagi, aku tertarik. Ini pertama kalinya. Seonsaengnim menjelaskan bagaimana cara memakai baju itu. Semua mendengarkan dengan penuh minat termasuk orang disekitar kami yang mengawasi kami dengan tatapan penasaran. Asal kalian tahu, kami berfoto di depan Rektorat. Oke, benar di depan rektorat. Hahaha. Terlena dengan baju itu yang melekat di tubuhku, aku sampai lupa untuk melepasnya. Sudah banyak foto yang terkumpul.

Ini kami berfoto di depan rektorat

Berfoto dengan Hanbok

            Dua kegiatan di luar kelas yang direncanakan seonsaengnim kali ini berganti. Kami muridnya merencanakan acara buka puasa bersama. Acara buka puasa saat itu di rumah Mbak Anisa. Makanan yang datang sangat banyak. Oke, menyiapkan perut untuk memasukkan semua makanan ke dalam perut membutuhkan keahlian khusus, asal kalian tahu. Mbak Kristin yang saat itu membawa pudding  yang sangat enak. Membuatku berpikir, siapapun yang menjadi suami Mbak Kristin nanti pasti sangat beruntung. Ya, beruntung bisa dibuatkan pudding setiap hari. Selesai makan, kami bermain. Permainan seputar pelajaran Bahasa Korea yang sudah kami dapat. Demi apapun, sejak awal aku sudah meramalkan aku tidak akan menang. Kekalahanku membuat aku sadar kalau ujian akhir kursus Bahasa Korea sebentar lagi dan aku… masih terpesona dengan game di laptop. Oke. Aku harus belajar. Dina yang memang terlihat pintar ternyata memang pintar. Dina mendapatkan hadiah. Bahkan, dia menang disetiap permainan. Dina, tau tidak? Aku iri. Kamu pintar. Yah.

Buka puasa bersama di rumah Mbak Anisa

            Tidak terasa kursus Bahasa Korea sudah berada diujung pertemuan. Kami sibuk mempersiapkan  materi-materi yang harus kami pelajari untuk ujian. Hari ujian tiba, aku hampir saja ketiduran sewaktu mengerjakan soal. Bukan karena soalnya mudah tapi, aku terlalu banyak belajar. Pengecualian untuk malam sebelum ujian, aku belajar. Iya, belajar.
            Kami merasa sedih harus meinggalkan kelas kursus Bahasa Korea. Kegiatan yang menyenangkan, teman baru dan pengalaman baru. Sepulang ujian kami masih sempat foto. Paling tidak untuk mencetak beberapa kenangan.

Foto setelah ujian

            Beberapa minggu lalu, kami mengadakan acara perpisahan untuk Mbak Kristin. Dia melanjutkan kuliah S2 di Korea Selatan.  Beruntung sekali. Acara perpisahan itu lebih seperti makan malam bersama ditambah dengan game. Mbak Aries dan Mbak Febri merencanakan untuk membuat permainan ‘Ala 17 Agustusan’. Permainan ini seperti lomba mengambil kelereng dengan sumpit, berjalan dengan balon, lomba memasukkan pensil dalam botol, dan lomba balap kelereng. Aku tidak bisa menceritakan banyak tentang acara kali ini karena aku belum mendapatkan foto-foto kami pada waktu itu. Pokoknya, aku menjadi juara dua lomba balap kelereng. Cukup bangga, paling tidak aku punya bakat dalam lomba balap kelereng. Hehe.
            Mengenal budaya lain merupakan pengalaman yang menarik. Selain belajar bahasa Korea. Aku juga belajar tentang kebudayaan Korea. Mungkin terlalu awal untuk mencintai sesuatu tapi, mengenal sesuatu itu lebih dalam membuatku memiliki dua pilihan menyukai atau membenci. Menyukai kebudayaan suatu bangsa lain, bukan berarti kita tidak menyukai kebudayaan bangsa sendiri. Bukan. Mengetahui kebudayaan orang lain. Membuat ku beajar satu pola pemikiran yang berbeda. Bagaimana, sesuatu yang terlihat benar oleh kita sebenarnya, tidak selalu benar. Dalam teori komunikasi ada yang dinamakan etnosentrisme. Kecenderungan untuk mengevaluasi nilai, kepercayaan, dan perilaku sendiri sebagai lebih baik, lebih logis, dan lebih wajar dari kultur lain (Devito, Joseph). Secara tidak sadar aku akan membandingkan kebudayaan yang sudah aku kenal sejak kecil dengan yang baru aku tahu. Sebenarnya tidak ada yang lebih salah, lebih benar, lebih baik, atau lebih buruk. Tergantung aku dapat melihat dari sisi mana.
            Aku rasa cukup catatan ku kali ini. Aku bisa membuat bosan kalian yang membaca jika aku terus mengetik. Sekali, aku menceritakan sesuatu akan terlihat sangat panjang. Aku penasaran, apa ini bakat? Atau hanya kesukaanku membual? Haha. Entahlah, yang pasti aku sangat menyukai menulis dan bercerita. Sampai jumpa, aku akan memperbarui catatan ini apabila ada potongan ingatan yang muncul, Terimakasih.

With love, Titiskw
NB:
  1. Seonsaengnim terimakasih sudah mengajarkan beberapa hal untuk kami.
  2. Kakak-kakak satu kelas, semoga kita dapat terus berkomunikasi dan terimakasih sudah mau berteman denganku.
  3. Kak Kristin, semangat! Aku juga ingin ke Korea tapi, aku cuma berlibur. Hehe. Doakan aku bisa menyusul (berlibur kesana)
  4.  Aku mengambil foto-foto ini yang memotret Mas Hamam. Terimakasih.

9 komentar:

  1. Dear Titis...

    Pas baca ini aku ngakak sambil nangis... hahaha..:D, lebay ya..?? hahah... i love lebay... wkwkw..:D, terimakasih untuk runtutan kalimat yang indah dan sarat akan memori.. hahaha.. dulu pas hari pertama ambil kelas bahasa korea ada terbersit rasa berat (karena bagaimanapun ambil kelas bahasa korea berarti ada yg harus tak korbankan... hahah.. aku resign dr kerjaan)... tp seiring dengan waktu.. ternyata.. ndak ada yg tak sesali.. hahahaha.....

    Kenal kalian,, meski cuma sebulan... membekas banget.. haha...mungkin karena kalian semua "gila" dan mau menerima kegilaanku.. hahaha..:D..

    KAlimat yang paling aku suka dari postingan ini: "Beruntung sekali siapapun yang akan emnajdi suami mbak kristin... karena akan dibuatkan puding yg enak" hahaha... kayaknya aku bakal pasang tuh kalimat di iklan jodoh deh... hahaha.."hayo hayo..siapa yg mau tak buatkan pudding?!!" wkwkwkwkw

    Terimakasih Titis untuk blog yang indah ini... hahaha..:D,,, 사랑해요...

    BalasHapus
    Balasan
    1. kumat kan narsisnya... -__-

      tapi emang 1 bulan kemarin itu berkesan banget..

      Hapus
    2. wee..ndak narsis kalee..:D, wkwkkw.. iya...berkesan..wkwk.. jarang2 nemu momment yg isa berkesan banget kek gitu....wkwkkwkw...tp aku memang memberi kesan yang selalu sulit dilupakan yah....wkwkkkw...:D

      Hapus
  2. hahahahha mainan dari happy meal itu.. aku barusan beli happy meal lagi, dapet mainan bola ^^

    BalasHapus
  3. Blog jaman dulu bahasnya cerita ya.. beda ama jaman sekarang. Pingin balik ke masalalu. Satria Visitor

    BalasHapus

Terimakasih komentarnya :)

Titis Kusuma